MEMILIH PEKERJAAN


Saya memperhatikan bahwa banyak professional muda yang termotivasi dengan uang sebagai alasan mencari atau pindah pekerjaan. Memang sah sah saja tetapi saya berkeyakinan bahwa motivasi sangat menentukan bagaimana seseorang menyikapi setiap tantangan atau pilihan yang di hadapinya. Dengan motivasi yang tepat maka kita akan menjadi manusia yang lebih dewasa dalam meyikapi berbagai pilihan dalam berkarir.

Tidak bisa di sangkal bahwa uang itu penting karena uang adalah alat pertukaran nilai sehingga banyak orang berpikir bahwa dengan semakin banyak uang maka hidupnya akan semakin bahagia karena semakin mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

Mereka yang termotivasi dengan uang akan cenderung lebih mudah atau sering pindah pekerjaan hanya untuk mengejar perbedaan gaji atau fasilitas yang menyertainya. Namun tidak sedikit dari mereka yang kemudian menyesal dan menyadari bahwa ternyata uang bukan segalanya dalam memilih suatu pekerjaan. Terutama ketika mereka tengah menghadapi suasana atau tuntutan kerja yang berlebihan di tengah budaya kerja yang tidak kondusif atau bahkan sikap dan sifat pimpinan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang di anut mereka.

Menurut saya pribadi memilih pekerjaan harus dilakukan dengan penuh pertimbangan untung - ruginya, antara lain:

1.       Apakah sesuai dengan Kemampuan kita?
2.       Apakah Apakah sesuai dengan minat atau keinginan kita?
3.       Apakah memenuhi kebutuhan emosional kita selaku mahluk sosial?
4.       Apakah organisasi atau pimpinannya memiliki nilai-nilai yang bisa kita terima
5.       Apakah pekerjaan itu memiliki prospek atau jenjang karir ke depannya
6.       Apakah memberi penghasilan yang sesuai harapan atau setidaknya sesuai pasaran?


SESUAI KEMAMPUAN
Adalah penting untuk memastikan bahwa kita memilih pekerjaan sesuai kemampuan kita. Melakukan pekerjaan yang terlalu ringan akan cepat merasa jenuh atau jemu karena kita merasa kekurangan tantangan dan lama kelamaan membuat kita merasa rugi tidak memaksimalkan potensi yang kita miliki. Namun melakukan pekerjaan yang  jauh diluar kemampuan kita juga dapat menimbulkan stress yang luar biasa bahkan depresi. Idealnya kita melakukan pekerjaan yang memberikan cukup tantangan karena memaksa kita untuk melakukan lebih namun masih dalam batas kemampuan kita untuk mengerjakannya.


SESUAI MINAT
Akan sulit sekali melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat kita karena kita akan lebih cepat merasa jenuh atau lelah.  Sebaliknya bila kita mengerjakan hal atau pekerjaan yang sesuai minat kita maka kita tidak akan pernah merasa jenuh atau lelah sama sekali. 


KEBUTUHAN EMOSIONAL
Sebagai mahluk sosial manusia memiliki tuntutan emosional atau psikologis yang harus di penuhi.  Tidak selalu soal uang tetapi juga soal kepuasan emosional dan kebanggaan pribadinya karena nilai-nilai yang di adopsinya.  Ada yang bangga dan puas menjadi ikan kecil di kolam besar namun ada juga yang lebih puas atau bangga bila menjadi ikan besar di kolam kecil. Ada yang lebih mengutamakan jabatan atau fasilitas yang nampak dimata orang lain, ada juga yang tidak memperhatikan apa yang bisa dilihat orang lain maupun besaran gajinya asalkan dapat jabatan tertentu terlepas dari ukuran organisasinya.


PERSAMAAN NILAI
Adalah penting untuk mengenal betul nilai-nilai yang di yakini suatu organisasi dan para pemimpinannya sebelum kita memutuskan untuk bergabung.  Pastikan kita tidak pindah dari mulut macan ke mulut buaya.  Setiap kali pindah pekerjaan harus untuk mendapatkan yang lebih bagus dari yang sebelumnya. Cari tahu melalui jaringan yang kita ketahui atau bahkan dari orang yang menginterview kita bagaimana budaya organisasi dan nilai-nilai yang di adopsi para pemimpin di perusahaan tersebut. Kalau budaya dan nilai yang di anutnya tidak membuat kita nyaman dalam bekerja maka jangan bergabung. Mereka yang terbiasa bekerja keras, jujur dan teratur akan frustasi bila harus bekerja di lingkungan yang berlawanan.


PROSPEK KEDEPAN
Pilihlah pekerjaan yang menjanjikan secara jangka panjang. Menjanjikan dalam arti ada peluang peningkatan karir dan bahwa pekerjaan tersebut memiliki jaminan kearah yang lebih baik dan akan terus ada sejalan dengan bergulirnya waktu.   Kadang kita harus mundur selangkah untuk bisa maju lima atau sepuluh langkah. Intinya jangan takut berkurban untuk mendapatkan kemenangan yang lebih besar lagi.


PENGHASILAN
Setiap pekerjaan memiliki unsur pertukaran nilai dan resiko tersendiri. Setiap pekerjaan menunutut perjuangan dan pengurbanan sehingga kita harus mengukur apa yang kita dapat dengan apa yang harus kita berikan.  Kita harus pastikan bahwa kita memberi kontribusi jauh diatas harapan pimpinan dan organisasi supaya kita dinilai pantas mendapatkan lebih dari apa yang di dapat orang lain secara rata-rata industry atau di perusahaan dimana kita bekerja. Kita harus menjadi harta yang berharga buat organisasi dimana kita bekerja dan bukannya menjadi beban.


KESIMPULAN:
Pada dasarnya dimanapun kita bekerja maka kita pasti akan menemukan hal-hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Memang ada perbedaan dalam kadar menyenangkan dan tidak menyenangkannya namun bila kita berusaha berpikir jernih dan bijaksana maka kita pasti akan lebih berhati-hati dalam memutuskan untuk pindah pekerjaan hanya karena mengejar pendapatan semata.

Ingat: seburuk apapun tekanan yang anda hadapi dalam pekerjaan sekarang, jangan pernah mengundurkan diri sebelum mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik. Pilih pekerjaan baru secara berhati-hati dan jangan mengambil keputusan secara emosional.

Kritik Terhadap Promosi Penjualan

Yang dimaksud dengan promosi penjualan adalah semua kegiatan komunikasi yang ditujukan ke konsumen (consumer promotion), pedagang (trade promotion) maupun tim penjualan (salesman incentive) agar konsumen dan atau pedagang membeli lebih banyak dan lebih cepat atau tenaga penjualan menjual lebih banyak dalam suatu periode tertentu.

Banyak perusahaan bahkan industri yang terjebak dalam kegiatan promosi penjualan dan tidak bisa / tidak berani membebaskan diri dari jebakan abadi yang sepertinya tidak akan berakhir karena kegiatan promosi penjualannya tidak di imbangi dengan peningkatan konsumsi atau setidaknya perbaikan distribusi di tingkat pengecer.

Penyebab utama perusahaan atau industri menjadi sangat tergantung pada kegiatan promosi penjualan adalah (1) karena tidak tercapainya keseimbangan antara volume bisnis yang di inginkan perusahaan dengan tingkat konsumsi yang sebenarnya atau (2) karena rendahnya antusiasme alias kepercayaan pedagang terhadap produk yang di tawarkan perusahaan sehingga konsumen sulit mendapatkan produk padahal konsumen mencari produknya.

Tidak banyak praktisi pemasaran yang menyadari bahwa mungkin tidak ada merek besar di dunia yang bertahan lama dengan banyak mengandalkan kegiatan promosi penjualan yang berimplikasi pada penurunan harga.

Tidak bisa dipungkiri bahwa merek2 besar pada dasarnya dibangun melalui (1) kualitas produk yang sesuai harapan konsumen dan sesuai janji pemasar (2) komunikasi serta aktifitas pemasaran yang tepat dan konsisten (3) adanya basis konsumen yang setia bahkan dengan sukarela menjadi ambassador atau duta besar bagi produk ( 4) ketersediaan produk yang tepat di outlet yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang tepat dan harga yang tepat.

Bahaya dari Promosi penjualan ke konsumen maupun promosi penjualan ke pedagang adalah kuatnya kecenderungan mengalihkan dasar pengambilan keputusan dari penawaran produk yang sebenarnya ke keuntungan tambahan diluar produk seperti hadiah atau keuntungan lebih.  Semua ini cenderung merendahkan produk itu sendiri dan bila berkepanjangan akan merugikan produk.

Promosi penjualan hanya layak untuk dilakukan secara temporer bila ada kendala di jalur distribusi sehingga produk tidak mudah di temukan konsumen saat di perlukan karena berbagai penyebab yang menurunkan minat pedagang dalam mendistribusikan produk. Atau sebagai insentif sementara bagi konsumen untuk mencoba produk baru maupun untuk mendorong konsumsi lebih banyak produk yang sudah di konsumsinya. 

Bila terpaksa melakukan promosi penjualan maka pastikan (1) kegiatan tidak boleh berlangsung terlalu lama ataupun memiliki pola pengulangan karena dapat menimbulkan ketergantungan meski effektifitasnya cenderung menurun sejalan dengan panjangnya periode promosi (2) diikuti dengan kegiatan membangun konsumsi produk agar mampu menyerap volume yang di dorong ke jalur distribusi. Bila konsumsi produk tidak meningkat sejalan perbaikan distribusi maka (a) dapat menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu siap meledak (b) pemasar hanya memindahkan periode penjualan dari satu periode ke periode sebelumnya dengan biaya yang lebih tinggi alias menjual lebih murah karena menjual lebih cepat sehingga mengurbankan tingkat keuntungan perusahaan.

Pemasaran Itu Ilmu Yang Mudah Dipelajari dan Menarik. Jangan dibuat Rumit.

Ilmu pemasaran banyak di salah tafsirkan oleh masyarakat umum maupun organisasi besar dan kecil karena masih banyak pimpinan organisasi maupun masyarakat yang belum betul2 mengenal pemasaran dalam arti yang sesungguhnya dan kurang memiliki ketertarikan untuk lebih memahami ilmu pemasaran secara benar. Akibatnya banyak orang yang menyebut dirinya sebagai pemasar atau bekerja di departemen pemasaran yang masih terjebak dalam pemahaman yang dangkal (Myopia) terhadap kegiatan pemasaran..

Saya lebih suka mendefinisikan ilmu pemasaran sebagai ilmu yang mempelajari rangkaian kegiatan mulai dari membuat konsep PRODUK (fitur, attribut, kualitas, target pembeli, penempatan produk di benak prospek, faktor differensiasi), menetapkan HARGA produk, mengkomunikasikan produk serta penawaran ke pembeli (PROMOSI) dan memastikan produk mudah di temukan di outlet yang tepat dalam jumlah yang tepat pada waktu yang tepat dan dipajang dilokasi yang tepat (DISTRIBUSI)  supaya mudah di beli untuk dikonsumsi atau dipakai konsumen / pelanggan akhir.   

Pemasaran merupakan bidang yang luas cakupannya. Bicara promosi sendiri mencakup periklanan (Advertising), hubungan masyarakat, manajemen publisitas (Public Relation and Publicity), promosi penjualan (Sales Promotion)  maupun kegiatan menjual tatap muka (Personal Selling).

Kesalahan yang paling sering terjadi adalah menyebut tenaga penjualan sebagai tenaga pemasaran. Dengan merujuk pada definisi yang saya sebutkan diatas maka seharusnya hanya mereka yang pekerjaan mencakup keseluruhan aspek yang lebih pantas disebut Pemasar.

Lantas, siapa yang bertanggung jawab dalam mensosialisasikan ilmu pemasaran sebagai ilmu yang menarik dan mudah dipelajari? Tentunya para konsultan pemasaran, pendidik, praktisi dan mereka yang sedang mendalami ilmu pemasaran.

Saya menyayangkan banyak orang yang entah sengaja atau tidak malah membangun kesan bahwa ilmu pemasaran adalah ilmu yang rumit sehingga membuat saya berpikir jangan2 mereka mau memanfaatkan keterbatasan pengetahuan khalayak umum maupun organisasi untuk kepentingan pribadi atau organisasinya.

Yang paling mengganggu saya adalah mereka yang memperkenalkan model2 pemasaran yang dibuat rumit sehingga sulit untuk diingat padahal Phillip Kotler sudah mempopulerkan penyederhanaan ilmu pemasaran dengan mensosialisasikan konsep 4P (product, place, price, promotion) sehingga ilmu pemasaran menjadi lebih sederhana dan mudah dicerna.

Sudah tiba saatnya kita membuka mata dan meyakini bahwa orang2 pandai adalah orang2 yang mampu membuat masalah yang rumit menjadi sederhana, bukan sebaliknya. Jangan menghabiskan waktu dengan berbagai modeling yang sulit di ingat padahal intinya tetap merujuk ke 4P.

Saya mengajak para pembaca untuk mensosialisasikan dan mengamalkan ilmu pemasaran agar semakin banyak orang tertarik mempelajari dan mendalami nya sehingga bisa meningkatkan daya saing Sumber Daya Manusia Indonesia di dalam negeri maupun dimata dunia.

Sumber Daya Manusia yang tepat adalah kunci keberhasilan Organisasi

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah bagian yang sangat penting dalam pengembangan organisasi. Karena sehebat apapun strategi yang dijalankan organisasi bila tidak didukung oleh kualitas dan jumlah SDM yang tepat di masing2 posisi maka hasilnya tidak akan maksimal. Hambatan yang paling utama adalah karena tidak semua organisasi memberikan perhatian yang cukup dalam mengembangkan Departemen Sumber Daya Manusianya. Hambatan yang cukup menonjol lainnya adalah SDM nya sendiri yang tidak mau mengembangkan kemampuan dan dirinya entah karena terlampau sibuk meningkatkan penjualan secara eksponensial maupun karena SDM nya tidak memiliki semangat untuk selalu melakukan yang terbaik dan terus maju.

Banyak organisasi yang sudah memiliki departemen SDM namun belum mendayagunakannya secara tepat. Bahkan tidak sedikit Departemen SDM yang dipimpin oleh orang2 yang kurang pas untuk memimpin departemen SDM sehingga kurang mampu memberi kontribusi yang seharusnya terhadap kelangsungan hidup organisasi. Masih banyak organisasi yang membentuk departemen SDM hanya sebagai pelengkap semata dan lebih ke fungsi administratif, bukan sebagai departemen yang memiliki peran strategis.

Saya pikir sudah waktunya semua organisasi memberikan peran yang lebih kepada departemen SDM dalam melakukan perencanaan, pembinaan dan perekrutan SDM.  Umumnya perusahaan lebih memberi perhatian  ke departemen penjualan, manajemen produk/merek, bagian pembelian, bagian logistik dan distribusi serta bagian keuangan dan akunting.

Pemilik perusahaan harus terlebih dahulu memperhatikan kualitas para petinggi di organisasinya karena apa yang di yakini, di anut dan di lakukan para petinggi organisasi akan sangat mempengaruhi budaya organisasi yang akan terbentuk dan akan mempengaruhi kualitas karyawan yang akan di rekrutnya. Peran tim HRD dalam memberi pembinaan akan menjadi berkurang bila pimpinan organisasi tidak memiliki keyakinan yang sama dengan apa yang di tanamkan tim HRD kepada karyawan perusahaan.

Pemilik perusahaan harus menentukan nilai-nilai inti yang harus di adopsi seluruh karyawannya dan memastikan para petinggi organisasi tidak bosan-bosan memastikan nilai-nilai yang sudah di tentukan benar-benar menjadi pegangan karyawan dalam beraktifitas.

Pemilik perusahaan harus memastikan para petingginya melakukan  apa yang  sudah di gariskan sebagai nilai-nilai yang di anut organisasi. Pemilik perusahaan tidak boleh percaya buta terhadap para petinggi yang dipercayakannya terutama ketika ada beberapa karyawan yang berpotensi mengundurkan diri dalam rentang waktu yang relatif berdekatan.

Terutama untuk organisasi yang sudah semakin besar skala operasionalnya maka akan semakin penting untuk memiliki budaya organisasi yang dipilih dan di desain dengan pemikiran yang matang dan bukan terbentuk begitu saja akibat interaksi orang-orang yang ada di dalamnya. Budaya harus di desain kalau organisasi mau menjadi organisasi yang hebat.




 




Cara Mendapatkan Promosi Jabatan

Banyak anggota tim saya yang bertanya bagaimana cara mendapatkan promosi jabatan di organisasi yang saya pimpin. Ini pertanda baik karena masih banyak anggota yang memiliki semangat untuk berprestasi dan punya target untuk terus maju.

Sebelum menjawab pertanyaan 'bagaimana cara mendapatkan promosi jabatan' penting sekali mengetahui kenapa seorang atasan merekrut atau membutuhkan bawahan.  Menurut saya pribadi setidaknya ada tiga alasan utama seorang atasan merekrut atau memerlukan bawahan yaitu karena:
(1) atasan tidak memiliki waktu
(2) atasan tidak mampu
(3) atasan tidak mau melakukan
apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab bawahannya.

Promosi jabatan sendiri umumnya merupakan buah positif dari hasil kerja kita di masa lalu, saat ini dan potensi kontribusi yang kita pancarkan ke atasan kita sehingga atasan 'menoleh' dan memberi kepercayaan serta kesempatan untuk mendapatkan promosi jabatan.

Pertanyaannya adalah bagaimana mendapatkan perhatian, kepercayaan dan kesempatan pimpinan? Berikut 4 Rahasia Mendapatkan Promosi Jabatan yang dapat saya berikan:

   A. Berpenampilan
   B. Berbicara
   C. Berpikir
   D. Bertindak
Layaknya seseorang pada jabatan yang anda inginkan atau incar.


A. BERPENAMPILAN

Anda harus memiliki penampilan yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang di inginkan sesuai dengan budaya dan ekspektasi organisasi. Atasan hanya memberi kepercayaan kepada orang2 yang di nilai pantas dan mampu mewakili dirinya, mampu mewakili organisasi, dan orang-orang yang merupakan duplikasi atau bias mewakili dirinya sendiri. Dengan kata lain pimpinan cenderung memilih orang2 yang memiliki sikap, sifat, cara, dan citra yang sesuai dengan pimpinan organisasi.

Berpenampilan pantas sesuai jabatan yang di sasar merupakan awal dari terbukanya peluang promosi jabatan. Berpenampilan yang saya maksudkan disini punya makna keseluruhan penampilan diri termasuk gaya dan warna berpakaian, gaya rambut, aksesories penunjang kerja termasuk gajet2. Jangan under atau over dress. Sesuakan dengan jabatan yang di incar.

Dibeberapa organisasi ada aturan tidak tertulis untuk tidak mengenakan baju berwarna terang benderang, baju kotak2 atau bermotif ramai. perhatikan dan adopsi budaya berpenampilan organisasi anda.

B. BERBICARA

Perhatikan cara berkomunikasi pemimpin sesuai jenjangnya. Pasti ada ciri tersendiri: cara bertutur kata, pemilihan kata, intonasi, artukilasi hingga pemakaian bahasa, istilah atau jargon.  pelajari, kuasai dan perlihatkan bahwa anda sudah bisa melakukannya sesuai standar yang ada.
C. BERPIKIR

Pada umumnya setiap jenjang dalam organisasi memiliki tuntutan pola berpikir tertentu.  Perhatikan pola berpikir seorang Tenaga penjualan, Koordinator penjualan, Supervisor penjualan, Manajer penjualan, Direktur penjualan, Manajer Produk dlsb. Pasti tidak selalu sama.

Anda harus memahami bagaimana seseorang di posisi yang anda inginkan diharapkan berpikir lalu mendemonstrasikannya ke pimpinan anda. Semakin tinggi jabatan seseorang biasanya semakin lebih mengutamakan kepentingan yang lebih besar, kepentingan organisasi dan kepentingan pemilik perusahaan sehngga tidak lebih berpihak kepada tenaga kerja, tidak lagi memikirkan kepentingan pribadi tetapi kelompok. Semakin tinggi jabatan seseorang harusnya semakin mampu memikirkan dampak dari setiap pilihan yang ada dan semakin memikirkan keseimbangan kepentingan pendek dan jangka panjang.



D. BERTINDAK

Meski belum tentu ada aturan tertulis namun di banyak organisasi ada tradisi tertentu yang melekat pada jabatan tertentu. misalnya semakin tinggi jabatan seseorang semakin banyak yang bersangkutan meluangkan waktu untuk bekerja di balik meja, semakin nampak dedikasinya, semakin giat merangkul dukungan department lainnya, semakin berani mengambil keputusan, semakin tidak gegabah dlsb.

Banyak staff, supervisor maupun manager yang sudah bekerja sangat keras dan mampu mengukir prestasi tetapi tidak mendapat perhatian pimpinannya karena gagal mendemonstrasikan pekerjaan dan prestasinya ke pimpinan. Ini merupakan kesalahan yang harusnya bisa di hindari.

Ketahuilah bahwa banyak pimpinan yang berprinsip: kalau seseorang berprestasi maka akan ingin memperlihatkan prestasinya ke orang lain utamanya pimpinannya. Karena itu bila anda tidak memastikan secara aktif agar atasan anda tahu betul apa yang sudah anda lakukan maka anda sudah membatasi peluang prmosi anda sendiri.

Nah bila anda mengharapkan promosi jabatan maka pastikan pemimpin atau HRD anda melihat bahwa anda sudah siap untuk itu dengan mendemonstrasikan kemampuan, penampilan, cara bicara, pola berpikir dan tindakan anda layaknya seseorang di posisi yang anda harapkan.

Umumnya pimpinan tidak akan berani mengambil resiko mencoba-coba memberikan tanggung jawab baru terlebih dahulu kalau anda belum dinilai siap untuk menerima tanggung jawab baru sebab pimpinan menyadari bahwa yang bisa di delegasikan kepada bawahannya hanyalah sebagian dari pekerjaannya saja sedangkan tanggung jawab atas proses dan hasil kerja bawahannya tetap melekat sebagai tanggung jawab pimpinan.

Kini sudah tahu cara mendapatkan posisi yang di impikan. Kejar!

KERANGKA KEGIATAN PROMOSI


Dalam pergaulan dan lingkup pekerjaan sehari-hari kita sering mendengar kata ‘promosi’ di ucapkan walau sebenarnya banyak yang belum memahami arti kata ‘promosi’ yang sesungguhnya, termasuk mereka yang bergelut di bidang promosi itu sendiri.

Dalam tulisan ini saya berusaha memaparkan kerangka kegiatan promosi secara singkat namun menyeluruh agar kita semua semakin mengenal apa itu kegiatan promosi dan tidak terjebak dalam pemahaman yang sempit atau dangkal (promotion myopia) .

Pada dasarnya  kata PROMOSI menggambarkan beberapa kegiatan yang bertujuan:
    
1.       Memperkenalkan keberadaan produk (to inform).  Supaya orang yang disasar (prospek) yang sebelumnya tidak mengetahui keberadaan suatu produk menjadi tahu bahwa produk tersebut ada dan mampu menjawab kebutuhan maupun keinginan emosional dan fungsional nya.  Hal yang paling mendasar adalah  memastikan prospek mengetahui keberadaan suatu produk (product awareness) atau suatu merek (brand awareness) serta mau mencobanya (product trial). Kita semua mengenal istilah tak kenal maka tak saying.

2.       Mempengaruhi prospek untuk memilih atau menyukai  produk yang sedang di promosi kan (to influence atau to persuade). Bisa saja prospek sudah memakai produk pesaing atau bahkan orang yang sama sekali belum menggunakan kategori produk yang di promosikan karena belum menyadari manfaatnya dalam memenuhi keinginan atau kebutuhan prospek.  Dalam hal ini biasanya upaya mempengaruhi di rancang untuk membuat prospek:
a.       Mau mencoba menggunakan atau mengkonsumsi  produk (product  trial)
b.      Mau  menggeser preferensi  dengan menjadikan keunggulan produk yang sedang dipromosikan sebagai  sesuatu yang lebih relevan atau lebih penting bagi prospek sehingga prospek memiliki alasan yang kuat untuk mengadopsi atau membeli produk yang sedang di promosikan dan mengabaikan produk pesaing.

3.       Mengingatkan kembali  tentang keberadaan produk yang di promosikan (to remind)  untuk meningkatkan nilai produk (Product Value) atau nilai suatu merek (Brand Value). Secara spesifik upaya mengingatkan kembali umumnya bertujuan:

a.       Meningkatkan ‘Product Awareness’ maupun ‘Brand Awareness’. Kita semua tahu bahwa ada begitu banyak produk atau merek yang secara terus menerus berusaha memenangkan perhatian dan ingatan prospek dengan cara-cara yang kreatif dan menarik sehingga suatu produk atau merek bisa tergeser dari ingatan prospek  bila tidak berkuminukasi secara rutin dan lebih baik dari produk lainnya.

b.      Memenangkan ‘Share of Mind’ dan utamanya memenangkan ‘ Top of Mind’ adalah menjadikan produk atau merek sebagai produk atau merek yang di pertama ucapkan atau paling di ingat dalam kategorinya. Ingat bahwa konsumen selalu mengaitkan suatu kategori dengan merek tertentu atau mengaitkan suatu merek dengan kategori tertentu.  Merek dan kategori produk adalah dua hal yang melekat erat dan tidak terpisahkan dalam sistim ingatan prospek maupun pelanggan. Merek dan kategorinya adalah dwi tunggal yang tidak dapat dipisahkan.  Karena itu secara pribadi saya selalu mempertanyakan pemakaian satu merek untuk produk dalam kategori yang sama karena dapat membingungkan prospek atau konsumen dalam menyimpan data merek  di map persepsi nya sebab jarang sekali ada produk yang bisa menjadi besar bila tidak memiliki pencitraan dan ‘positioning’ yang tajam.

c.       Meningkatkan ‘Brand Value’ alias nilai suatu merek khususnya dimata pelanggan, prospek dan para investor. Nilai suatu produk atau merek tidak hanya di tentukan oleh nilai penjualannya maupun keuntungan jangka pendek yang diberikan tetapi juga oleh potensi keuntungan yang di dapat di masa mendatang dengan memperhitungkan beberapa indicator lainnya yang dibahas dalam artikel ini.

d.      Memenangkan  ‘Share of Wallet’ alias uang belanja prospek dan konsumen. Ini menjadi penting karena pada dasarnya prospek atau konsumen memiliki banyak sekali pilihan untuk membelanjakan uangnya. Setiap produk bersaing secara langsung dan tidak langsung dengan semua produk yang ada di pasar, dikenal, dibutuhkan atau di inginkan prospek.

e.      Memenangkan ‘Share of Market’ alias pangsa pasar atau porsi dari total belanja untuk suatu kategori  tertentu. Pada dasarnya setiap produk atau merek ingin dikenal sebagai yang paling laku di pasaran karena menjadi produk paling laku memiliki banyak sekali keuntungan secara finasial maupun non-financial.

f.        Meningkatkan ‘Share of Voice’ alias proporsi terhadap total GRP atau TARP dalam penayangan iklan suatu kategori produk. Dalam pemasangan iklan kita mengenal istilah share of expenditure (SOE) dan share of voice (SOV) yang selalu menjadi perdebatan dikalangan pemasang iklan maupun penjual spot iklan tentang bagaimana menginterpretasikannya.  Saya pribadi selalu berprinsip bahwa SOV selalu lebih penting daripada SOE karena saya selalu berasumsi bahwa setiap program yang dipilih untuk beriklan sudah pasti harus memiliki kesusuaian antara  target prospek atau konsumen suatu produk tertentu dengan target penontonya (‘viewer’)  yang biasanya di kuantifikasi dalam satuan INDEX. Bagi saya adalah suatu keharusan bahwa  SOV harus selalu lebih tinggi dari SOE karena menunjukan effektifitas pemilihan program.  Sayangnya banyak prakrisi periklanan yang suka memutar balikkan fakta dengan mengatakan bahwa SOV tidak harus selalu lebih tinggi dari SOE hanya karena mereka gagal memilih program yang tepat untuk menayangkan iklannya.  Memang ada sedikit pengecualian ketika sebagian dana dipakai untuk sponsorship yang selama ini tidak di pantai oleh lembaga yang memantau pengeluaran untuk iklan.

g.       Memenangkan ‘Share of Shelf’  atau kadang dijuga  sebut ‘Share of Space’’ di outlet atau terjemahan bebasnya adalah memenangkan display di rak toko.  Sering kita mendengar para praktisi dan pendidik mengatakan bahwa orang2 pemasaran berperang dalam memenangkan PIKIRAN atau ‘MENTAL MIND’ prospek dan konsumen sementar orang penjualan, khususnya di Modern Trade berperang memperebutkan posisi rak pajang (Shelf display).  Secara pribadi saya sangat percaya penting nya memenangkan posisi produk di rak pajang sebab rak pajang adalah titik perang terdepan dimana prospek atau konsumen harus mengambil keputusan membeli atau tidak membeli hanya dalam bilangan kurang dari 2 detik. Semua kegiatan beriklan atau promosi lainnya memiliki tujuan akhir MENJUAL. Karena itu siapapun yang bisa memajang lebih menarik, lebih kreatif dan lebih mencolok mata memiliki peluang untuk di perhatikan dan dibeli lebih besar dari produk sekitarnya. Terutama karena orang yang sedang berbelanja di toko cenderung impulsive karena sedang dalam moda belanja sehingga lebih mudah terprovokasi untuk membeli. Tampil secara menarik pada waktu yang tepat memperbesar peluang untuk dibeli.

h.      Memenangkan Preferensi prospek atau konsumen terhadap produk dengan memenangkan hati  (secara  emotional) dan memberi alasan fungsional yang kuat untuk lebih memilih produk yang di promosikan ketimbang produk lainnya. Prospek atau konsumen perlu dibantu untuk mempermudah proses pengambilan keputusannya pada detik-detik penting pengambilan keputusan. Alasannya adalah karena: Pertama, pada dasarnya hampir semua merek besar beriklan secara agresif sehingga memiliki product dan brand awareness yang tinggi. Kedua, kenyataan bahwa hampir semua produk dengan merek besar  sudah  terdistribusikan dengan baik juga sehingga konsumen cenderung bingung akibat informasi yang terlalu banyak.


Dari sudut yang berbeda kita bisa mengelompokkan kegiatan promosi dari pendekatan personal atau non-personal sebagai berikut:

  1. Pendekatan Tatap Muka. Contoh nya dengan mengerahkan tenaga penjualan untuk melakukan kegiatan penjualan secara tatap muka (‘Personal Selling’)

  1. Pendekatan tidak langsung atau tanpa tatap muka:

    1. Melalui iklan (advertising) dimana komunikasi massa dilakukan dengan jelas siapa yang memasang iklannya baik melalui media cetak, elektronik , media luar rumah seperti , brosur, leaflet, poster, sticker, spanduk, billboard, barang-barang promosi,  dlsb.

    1. Kegiatan hubungan masyarakat ( Humas alias ‘Public Relation’)  maupun kegiatan publisitas (‘Publicity’). Kegiatan Humas adalah kegiatan yang menangani segala komunikasi perusahaan ke masyarakat tentang kegiatan organisasi baik berupa pengumuman maupun penanganan masalah.  Sementara kegiatan publisitas adalah komunikasi atau pembahasan tentang organisasi atau produk atau merek tertentu yang di lakukan oleh pihak luar tanpa diminta atau di bayar oleh organisasi  atau pemilik produk atau pemilik merek.

    1. Penawaran langsung ke calon pembeli (Direct Marketing) melalui telepon (tele-marketing), surat (direct mail baik lewat pos ataupun lewat media elektronik seperti email), melalui media elektronik lainnya seperti SMS, BBM dlsb.

    1. Melalui kegiatan Promosi Penjualan (Sales Promotion) yaitu kegiatan yang dirancang untuk membuat prospek membeli lebih banyak dan lebih cepat dalam suatu periode tertentu yang singkat.  Kegiatan promosi penjualan di rancang untuk membuat propek mengabaikan akal sehat atau rasionalitas dengan lebih mengutamakan faktor impulsif, panik, serta takut kehilangan kesempatan menikmati  keuntungan yang terbuka untuk waktu singkat.  Kegiatan promosi Penjualan kerap mendorong prospek membeli lebih dari yang sewajarmya dibutuhkan sehingga kerap berujung pada membeli apa yang diinginkan, bukan apa yang di perlukan serta menimbulkan pertanyaan tentang etika berpromosi.  Pembelian yang bersifat impulsive alias tanpa perencanaan kerap berujung pada penyesalan dikemudian hari. Kegiatan Promosi penjualan  dapat dikelompokan menjadi tiga kegiatan utama, yaitu:

                                                               i.      Kegiatan ‘Trade promotion’ atau kegiatan promosi penjualan yang di sasarkan untuk para pedagang
                                                             ii.      Kegiatan ‘Consumer Promotion’ atau kegiatan yang di sasar ke konsumen
                                                            iii.      Kegiatan ‘Sales Incentive’ atau kegiatan promosi penjualan yang di arahkan untuk memotivasi tim penjualan.


Hal yang saya sayangkan adalah banyak praktisi pemasaran atau penjualan yang mengambil langkah gegabah dalam berpromosi tanpa pemahaman yang cukup mendalam tentang kondisi pasar, perilaku konsumen, perilaku pedagang perantara, perilaku pesaing, kekuatan dan kelemahan produk serta menjaga keseimbangan kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang produk atau suatu merek. Hal ini akan menjadi topic tulisan saya selanjutnya.




Kegiatan Aktifasi Perlu Atensi Khusus

Saya perhatikan banyak manajer di bagian pemasaran (Brand Manager, Product Manager, Marketing manager atau apapun nama jabatannya) cenderung lebih menyibukkan diri dengan perencanaan kerja dibelakang meja atau duduk manis di kantornya membaca laporan atau menyusun rencana kerja NAMUN belum banyak yang memberi perhatian serius terhadap persiapan dan pengontrolan sisi implementasinya.

Meski menyadari nilai investasi untuk kegiatan aktifasi tidaklah sedikit, banyak manajer di bidang pemasaran yang berargumen bahwa pelaksanaan program aktifasi adalah tugas orang atau fungsi lainnya di organisasi atau sudah di percayakan ke Event Organizer. Banyak yang merasa tidak perlu terlibat langsung untuk memastikan implementasi program aktifasi secara baik sehingga banyak kegiatan aktifasi yang tidak memberi manfaat maksimal buat organisasi.

Saya banyak melihat kegiatan aktifasi yang memiliki konsep yang baik tetapi tidak mampu dilaksanakan dgn baik oleh para penanggung jawab lapangannya. Hal ini antara lain karena:

(1) Adanya jurang komunikasi antara perencana kegiatan dan pelaksananya. Keterbatasan pengetahuan lapangan penyusun rencana kegiatan bisa berakibat fatal. Untuk memastikan perencanaan bisa di implementasikan dengan baik sebaiknya perencana melibatkan mereka yang akan bertanggung jawab untuk pelaksanaannya.  Pembuat rencana harus terjun langsung melakukan pengecekan ke lokasi dimana kegiatan direncanakan akan berlangsung agar ide-ide atau kegiatan yang di rencanakan menjadi kegiatan yang memang bisa di eksekusi. Komunikasi dua arah antara penyusun rencana dan pelaksana juga sangatlah penting agar semua memiliki informasi yang lengkap dan memungkinkan hasil yang maksimal karena semua yang terlibat memiliki informasi yang lebih lengkap untuk bekal memberikan kontribusi.
 
(2) Salah memilih SDM atau Event Organizer pelaksana. Pelaksana lapangannya tidak memiliki sikap mental yang tepat, tidak memiliki cukup pengetahuan maupun kompetensi untuk mengamankan kegiatan yang dipercayakan kepadanya. Lebih buruk lagi bila pelaksananya  sekedar mencari uang saja dan tidak tidak mencintai atau menikmati pekerjaaannya sehingga harus di motivasi terus menerus dan di monitor ketat karena mereka tidak memiliki kesadaran untuk bekerja secara 'all out'.

(3) Sarana pendukung implementasi kurang memadai.  Tidak tersedianya perlengkapan pendukung dan wajib sesuai tuntutan kegiatan terbukti menganggu kelancaran dan kualitas pelaksanaan suatu kegiatan aktifasi. Hal2 yang perlu diperhatikan adalah materi branding, sampel produk, persediaan barang untuk di jual, meja, hadiah2, sound system, lampu penerangan, alat bersih2, dlsb. 

(4) Salah memilih lokasi. Pemilihan lokasi sangat berperan dalam mensukseskan kegiatan aktifasi. Pada dasarnya kegiatan dibagi menjadi dua sesuai kemampuan dan kemauan perencana program mendatangkan pengunjung atau pelalu lalang ke lokasi: (a) yang memanfaatkan lalu lintas (traffic) pengunjung kesuatu lokasi tertentu ada atau tidak ada kegiatan yang di rencanakan (b) yang mendatangkan mengunjung secara khusus ke acara yang di rencakan. Yang tidak kalah pentingnya adalah memperhatikan akses masuk pengunjung (orang maupun kendaraan) menuju lokasi kegiatan, ketersediaan angkutan umum menuju lokasi, daya tampung lokasi, faktor keamanan serta sejarah keamanan di lokasi, fasilitas umum, kondisi alam, kondisi sosial-budaya dan ekonomi orang2 disekitar lokasi hingga ada atau tidaknya kegiatan besar lain di sekitar lokasi pada waktu yang bersamaan yang bisa mencuri perhatian orang dari kegiatan kita. 

(5) Salah memilih waktu pelaksanaan. Hari, tanggal dan jam pelaksanaan kegiatan berperan sekali terhadap tingkat keberhasilannya karena menentukan kesiapan target pengunjung untuk meluangkan waktu dan dana mereka, Pastikan kegiatan tidak berbenturan waktunya dengan kegiatan lain yang mampu mencuri perhatian target pengunjung kita. Untuk kegiatan yang dilakukan secara interval, memilih interval waktu yang tepat juga sangat penting. Pemilihan interval harus memperhitungkan daya beli dan tingkat konsumsi produk yang di promosikan.

(6) Salah memilih format kegiatan. Setiap produk maupun kegiatan memancarkan daya tariknya tersendiri. Pilih format kegiatan yang sesuai dengan karakteristik produk yang mampu mengundang perhatian target consumer sehingga mau meluangkan waktu mengunjungi lokasi kegiatan dan terlibat dengan kegiatan kita. Misalnya produk yang disasarkan ke kaum pria dewasa dari kelas sosial ekonomi C dan D lebih tertarik menghadiri kegiatan musik dangdut.

(7) Minimnya pemantauan langsung pada saat pelaksanaan. Menyerahkan implementasi sepenuhnya ke Event Organizer (EO) dengan harapan EO sudah berpengalaman dan pasti tahu apa yang harus dikerjakan  merupakan kesalahan yang sering dilakukan. Pengalaman saya melakukan aktifasi dan memperhatikan pelaksanaan aktifasi banyak perusahaan mengarahkan saya untuk menyimpulkan bahwa tidak ada EO yang betul betul  mengenal produk, budaya dan keinginan pemasar sehingga tidak banyak EO yang bisa mewakili kepentingan pemasar secara sungguh-sungguh. Kebanyakan EO bersifat permissive sehingga harus tetap di beri pengawasan melekat sebab kebanyakan EO mempekerjakan tenaga kontrak per kegiatan (projek) sehingga setiap proyek bisa jadi merupakan proyek dengan tim pelaksana yang baru atau belum memiliki pengalaman yang sesuai harapan pemasar.


Pemasar yang merencanakan kegiatan aktifasi harus mewaspadai tujuh kesalahan yang saya sebutkan diatas agar dana yang di investasikan untuk kegiatan aktifasinya betul2 memberi hasil yang sepadan sebagai bentuk pertanggung jawaban pribadi pada organisasi. Sebab kegagalan dalam pelaksanaan aktifasi akan berakibat buruk terhadap pencitraan produk atau merek padahal tugas seorang pemasar adalah membangun merek dan memastikan setiap aktifitasnya semakin mendekatkan mereknya ke posisi pencitraan yang di tetapkan.

ETIKA BERPROMOSI



Saya masih ingat saat di bangku kuliah di ajarkan penting nya ETIKA dalan berbisnis atau berkegiatan. Saya sempat bingung kenapa Etika harus di bahas secara khusus sebab setahu saya semua yang dibahas dalam pembahasan etika adalah sesuatu yang wajar, sesuai akal sehat sehingga seharusnya sudah dilakukan semua orang khususnya pelaku bisnis. Namun sejalan dengan bertambahnya pengalaman saya bekerja maka saya menyadari bahwa ternyata asumsi saya tidak sepenuhnya benar.


Ternyata benar masih ada saja pelaku bisnis (oknum) yang belum bisa mengendalikan diri atau bahkan bangga melakukan hal-hal yang tidak etis, yang merugikan orang lain, yang bertentangan dengan ajaran moral, yang bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat, yang bertentangan dengan kode etik profesi, bahkan kadang juga melakukan hal-hal yang berlawanan dengan hukum.


Beberapa perbuatan yang tidak benar yang sering saya temukan dalam kunjungan lapangan saya ke pasar becek atau toko retail modern yang menurut saya kurang etis antara lain (tidak terbatas pada contoh dibawah ini): 


1. Dengan sengaja menggeser atau merusak materi promosi produk orang lain yang sudah terpasang atau tertata secara baik.


2. Menutupi materi promosi produk lain yang masih bagus dengan materi promosi produk oknum yang tidak etis padahal materi promosi produk lain tersebut masih bagus atau masih relevan.


3. Menempel materi promosi di tempat2 yang tidak seharusnya seperti di batang pohon, di tembok atau pagar orang lain, di fasilitas umum.


4. Dengan sengaja merusak produk orang lain dengan tujuan merusak citra produk orang lain agar konsumen nya merasa kecewa dengan kualitas produk orang lain. 


5. Menyebarkan cerita palsu dengan tujuan menjelekan produk orang lain  atau membohongi konsumen tentang kualitas produknya sendiri.



Melalui artikel ini saya mengajak para insan promosi maupun penjualan dan pemasar untuk lebih menghargai diri dan produk sendiri dengan juga menghargai produk orang lain. Janganlah kita berusaha mengukir sukses dengan secara sadar mencelakakan atau merugikan orang lain. 

Secara khusus saya mengajak para pemimpin organisasi untuk berusaha memastikan agar tim yang dipimpinnya tidak melakukan tindakan yang salah seperti yang saya sampaikan di atas dengan terlebih dulu memastikan bahwa dirinya sendiri sebagai seorang pemimpin tidak melakukan kesalahan apalagi mengajak anggotanya melakukan kesalahan-kesalahan yang saya sebutkan di atas.



Kita harus fokus  pada kekuatan produk kita sendiri dan bukannya menjelekkan atau merusak produk orang lain agar produk kita dinilai lebih unggul oleh konsumen. Ingat bahwa orang lain juga mau berhasil dan memiliki keluarga yang harus di santuni.  Mari kita bersaing secara ‘fair’ dengan mengandalkan kekuatan produk maupun jaringan kita sendiri.



Jangan lupa bahwa tidak ada yang abadi dalam hidup apalagi pekerjaan.  Mari kita semua mengadopsi prinsip: produk boleh bersaing secara fair namun kita selaku personilnya harus tetap bersahabat dengan para penanggung jawab produk pesaing. Ingat: orang lain juga perlu mengukir prestasi seperti halnya kita sendiri. Orang lain juga perlu meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang di kasihinya.



Mari kita melakukan hal yang benar secara benar dan dengan motif yang benar agar setiap keberhasilan kita menjadi keberhasilan yang membanggakan dan langgeng. Sebab hanya dengan proses yang benar maka suatu keberhasilan bisa di pertahankan untuk waktu yang lebih panjang.  



Sebagai penutup saya harus mengatakan bahwa saya  sangat bangga dengan perilaku sebagian besar insan pemasaran dan penjualan di beberapa kota besar di Indonesia yang sudah menunjukkan 'kedewasaan' dalam beraktifitas dengan berpegang pada etika berpromosi sehingga patut di acungi jempol.